Minggu, 09 September 2012

PROSES DI ATAS SEGALANYA


Oleh: Musrida Arneili Lc.

Kejayaan Islam yang sedang kita nikmati sekarang bukanlah sebuah hadiah cuma-cuma dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada kekasih-Nya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sejarah menyatakan bahwa sang kekasih yang memiliki kedudukan mulia disisi-Nya baru Ia angkat menjadi seorang nabi ketika berumur 40 tahun, setelah terlebih dahulu melalui cobaan yang datang silih berganti demi untuk memantapkan keteguhan iman nabi-Nya. Mulai dari ujian ditinggal mati ayahandanya sejak masih dalam kandungan, kematian ibu ketika kecil dan hingga remaja pun masih sering berpindah tangan dalam pengasuhan, dihina, dicaci dan disakiti. Semua itu proses…

Al-Qur’an diturunkan sedikit demi sedikit, ditalqinkan, dibacakan kepada nabi-Nya selama lebih kurang 23 tahun. Andai Allah mau, pasti Dia bisa saja menjadikan kekasih-Nya itu bisa langsung hapal Al-Qur’an dan menjelaskannya kepada umatnya. Namun kenyataannya tidak! Beliau menerimanya selama bertahun-tahun dan penuh perjuangan. Lagi-lagi itu adalah proses…



Bumi dan langit serta isinya mengalami proses penciptaan dan penyempurnaan dalam kurun waktu 6 masa, sebagaimana dijelaskan dalam surat Fusshilat ayat 9-12 dan dalam surat Qaf ayat 38. Tak diragukan lagi bahwa sang Pemiliknya mampu menciptakannya -dari tiada menjadi ada- hanya dalam waktu sekejap saja,”kun fa yakun”. Namun Dia tak menginginkan hal itu, karena Dia yang Maha bijaksana lewat ayat ini ingin mengajarkan pada hamba-Nya tentang pentingnya arti sebuah proses.

Kesuksesan adalah hasil dari sebuah proses. Mau tak mau seseorang harus berteman dengan proses, sadar atau tidak mengabaikan sebuah proses adalah pintu menuju kekecewaan. Tak ada seorangpun mampu menunjukkan keberhasilannya tanpa melalui sebuah proses. Dan tentunya orang yang melalui proses yang berat dan panjang tentunya akan mendapatkan hasil yang jauh berbeda dibanding orang yang melakukan segala sesuatunya dengan serba instant.

Belakangan kita lihat banyak yang mengabaikan proses, mereka lebih berorientasi pada hasil. Inginnya instant, proses pendek tapi mengharap hasil maksimal. Jika setiap orang lebih mementingkan hasil daripada proses yang ada hanyalah kecendrungan untuk mencari jalan pintas, apalagi di zaman yang serba canggih seperti sekarang. Kriminalitas adalah salah satu akibat dari diabaikannya proses. Mereka ingin punya banyak harta tanpa mau menjalani proses usaha.

Sesuatu yang dihasilkan melalui proses tentu lebih bermutu dibandingkan hasil tanpa proses. Contohnya saja pisang. Pisang yang baru dipetik dan langsung dijual tentu harganya berbeda dengan yang telah diolah dengan tepung dan melalui beberapa proses hingga menjadi lemper. Dan tentunya lagi, pisang yang cuma diolesi tepung dan menjadi goreng pisang tak semahal pisang bakar coklat atau keju yang proses pembuatannya lebih rumit dengan tambahan bahan yang lebih mahal. Proses menentukan kualitas dari sebuah hasil. Semakin sulit, rumit, bahkan berat prosesnya tentu akan menghasilkan sesuatu yang lebih bernilai.

Dalam keseharian sering kita dengar “Enaknya,,, yang dah wisuda..nilai mumtaz lagi, aku bisa gak ya” demikian komentar sang junior melihat keberhasilan seniornya. Dan ketika melihat teman yang sudah banyak hapalannya selalu ada yang bilang “asyik ya, bentar lagi khatam tuh, aku kapan ya”. Begitulah yang sering kita hadapi dan lalui, cuma melihat hasil tanpa merenungi kilas balik perjuangannya. Terkadang banyak yang cuma sekedar berkomentar tanpa mau tahu proses panjang yang mereka lalui untuk menggapai kesuksesan itu. Jika kita hanya melihat hasil dari kesuksesan seseorang, berarti kita tidak sedang mulai mencontoh jejak langkah orang tersebut, melainkan sekedar memuji tanpa aksi nyata untuk ikut sukses di kemudian hari.
Proses panjang akan terasa sangat berat jika kita hanya berorientasi pada hasil akhir. Coba kita perhatikan ibu hamil 9 bulan yang kemana-mana harus bawa “genderang besar”, tentunya berbeda dengan kita yang tiba-tiba mau merasakan keadaan mereka dengan langsung mengikatkan sekantung beras dipinggang, karena mereka telah melewati proses panjang hingga menjadi sebuah kebiasaan yang dijalani dengan ikhlas. Satu poin penting lagi, proses apapun itu harus dijalani dengan sabar, ikhlas dan istimrar.

Nah di awal smester mulai digelarnya perkuliahan ini, kita kembali memasuki sebuah rangkaian proses. Proses untuk menjadi seorang muslimah da’iyah yang dinanti kiprahnya di tengah-tengah keluarga dan ummat pada umumnya Tak ada kata terlambat untuk mampu menjadi yang terbaik demi menjadi seorang yang mampu bermanfaat bagi sesama.

So, hendaknya kita semua selalu tajdid niat untuk menikmati sebuah proses dan bukan sekedar hasil. Kembali hadirkan di depan kita target-target yang telah kita rancang kemaren dan berikan haknya berupa pelaksanaan. Kalo yang mau instant, bersiap-siaplah untuk kecewa suatu saat nanti. Dan bagi yang iltizam, tetaplah istiqamah dan penuh semangat! Wallahu musta’an…

Minggu, 02 September 2012

MEGKRITISI HADIS YANG DIKLAIM MISOGINIS

HADIS TENTANG RELASI SUAMI ISTRI DALAM KELUARGA

(bagian 1 dari 2 tulisan)

Lihatlah dimana posisimu dalam pergaulanmu dengan suamimu,
karena dia adalah surga dan nerakamu. (HR. Ahmad)

A. Pendahuluan



Misoginis merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris “misogyny” yang berarti “kebencian terhadap wanita”[1]. Klaim adanya unsur misoginis dalam hadis dipopulerkan oleh Fatima Mernissi[2] dalam bukunya Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry[3] untuk menunjukkan hadis-hadis yang dianggap membenci dan merendahkan derjat perempuan serta mempertahankan budaya patriarkhiKajian hadis misoginis menjadi topik yang selalu hangat dibahas dewasa ini, seiring dengan pembahasan kesetaraan gender dan hak-hak asasi manusia dalam pelbagai aspek kehidupan yang berimbas pada pembahasan agama.

Para aktivis feminis –baik radikal maupun liberal- kemudian mengusung ide rekonstuksi pemahaman hadis, sebagaimana mereka juga gencar menyuarakan ide rekonstruksi penafsiran Al-Quran. Rekonstruksi terhadap pemahaman hadis, dengan hermeneutika hadis berspektif jender, mencakup lima tahap: memahami hadis dari aspek bahasa, memahami konteks historis munculnya hadis, mengkorelasikan secara tematik-komprehensif dan integral dari data lain, memaknai teks dengan menyarikan ide dasarnya, dan analisis jender dengan mengaitkan relevansinya dengan konteks saat ini[4]. Banyak sekali hadis yang dianggap misoginis oleh kalangan feminis baik dalam ranah ideologi, ibadah, keluarga, atau publik. Disini penulis hanya akan mengulas dua hadis yang berkaitan dengan relasi suami istri dalam keluarga, yang paling sering diklaim tidak sejalan dengan prinsip kesetaraan gender dan hak asasi manusia.
B. Hadis tentang perintah wanita sujud pada suaminya jika dibolehkan sujud pada selain Allah
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ ».[5]

Fatima Mernissi dalam buku Setara di Hadapan Allah (terj) mengkritik dan menolak matan hadis tentang istri sujud kepada suami, karena menurutnya Islam sebagai agama monoteis tidak membenarkan seseorang menyembah sesuatu selain Allah[6].

Kajian Sanad Hadis
Setelah dilakukan takhrij hadis, maka didapatkan beberapa jalur periwayatan hadis diatas, yang bersumber dari 6 orang sahabat, yaitu:
  1. Qais bin Sad yang diriwayatkan oleh Abu Daud[7], salah satu periwayatnya adalah Syarik bin Abdullah al-Qadi, ia adalah seorang mudallis[8], ia mentadliskan hadis-hadis munkar dari orang yang tidak ada kebaikan pada mereka menjadi orang-orang yang tsiqah[9], akan tetapi Muslim mengeluarkan hadis Syarik dalam al-Mutaba’at sehingga ia dikuatkan dengan itu.[10] sementara al-Albani menyatakan hadis ini adalah shahih kecuali matan tentang kubur di dalam hadis tersebut.[11]
  2. Abu Hurairah adalah hasan gharib[12] menurut at-Tirmizi[13] dan menurut Abu Musa hadis ini gharib dari segi periwayatan Muhammad bin Amru dan dari Abi Salamah dari Abi Hurairah.[14]
  3. Anas bin Malik yang riwayat al-Nasai dengan sanad jayyid, semua rawinya tsiqat dan masyhur.[15]
  4. Hakim yang meriwayatkan hadis Muaz bin Jabal menyatakan bahwa sanad hadis tersebut adalah shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim tetapi mereka tidak mengeluarkan hadis tersebut[16].
  5. Abdullah bin Abi Awfa riwayat Ibnu Majah sanadnya adalah shalih atau baik, rawinya Azhar bin Marwan dan al-Qasim al-Syaibani berstatus shaduq[17].
  6. Aisyah yang riwayat Ibnu Majah semua rawinya selain dari Ali bin Zaid bin Judan adalah rawi  hadis-hadis shahih[18] karena Ali bin Zaid bin Judan adalah rawi yang dha’if [19]. Namun al-Albanimenyatakan hadis tersebut shahih kecuali ayat: “meskipun jika suami menyuruh istrinya untuk pindah dari gunung merah ke gunung hitam…hingga akhir hadis”.[20]
Kesimpulannya sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Syaukani dalam kitabnya Naylu’l Awthar adalah bahwa sebagian riwayat menjadi syahid terhadap riwayat lain sehingga semuanya saling menguatkan satu sama lain[21]. Jadi hadis ini dapat diterima, kecuali beberapa kalimat dalam matan hadis yang ditolak berdasarkan pendapat ulama di atas.
Kajian Matan Hadis
1. Asbab Wurud Hadis
Latar belakang munculnya hadis ini adalah ketika Muaz bin Jabal kembali ke Medinah dari Syam. Dia langsung sujud kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam karena dia melihat kaum Nasrani di Syam sujud kepada uskup-uskup dan pastor-pastor mereka, dia berfikir bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lebih berhak untuk mendapatkan penghormatan dengan bersujud kepada beliau, lalu Rasulullah mensabdakan hadis ini.  “Janganlah kalian lakukan, andai aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada selain Allah, maka akan aku perintahkan istri sujud kepada suaminya. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam genggamannya, seorang istri belum menunaikan hak Tuhannya sehingga dia menunaikan hak suaminya”[22]. Dalam riwayat lain; “Seorang istri belum merasakan kemanisan iman sebelum menunaikan hak suaminya”[23]. Lantas, benarkah matan hadis ini mengandung unsur penghambaan istri kepada suami?
2. Analisis Bahasa
Bila dikaji dari segi pemakaian bahasa, sujud dapat diartikan menjadi dua macam. Pertama, sujud ibadah yang berarti penghambaan dan hanya boleh ditujukan pada Allah. Kedua, sujud sebagai penghormatan yang diperbolehkan untuk selain Allah. Hal ini didasarkan pada sujudnya para malaikat dengan tunduk dan tawadu’ sebagai penghormatan kepada Adam ‘alaihi salam karena ilmu yang telah Allah ajarkan kepadanya. Sehingga malaikat bersujud untuk mengikutinya sebagai imam karena dia adalah khalifah Allah.[24] Ini juga bentuk aplikasi ketaatan malaikat terhadap perintah Allah subhanahu wa ta'ala. Selain itu, sujud sebagai penghormatan juga terdapat dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihi salam:([25]
Akan tetapi hal ini tidak berlaku bagi seorang istri dalam melaksanakan hak suaminya karena sujud kepada manusia tidak diperbolehkan[26].
Secara eksplisit hal ini dapat dilihat dari ungkapan Rasulullah dengan memakai kata “law” atau “jika”, sehingga makna sujud disini bukanlah bermaksud perintah, melainkan hanya sekedar perumpamaan atau pengandaian yang mengindikasikan betapa besarnya kewajiban istri dalam menunaikan hak suaminya[27]. Oleh sebab itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengemukakan perumpamaan; andaikan dalam umat beliau seseorang diperbolehkan sujud memberi hormat pada orang lain, maka beliau tidak akan menyuruh untuk sujud menghormati pemuka agama, tetapi yang lebih pantas diperintahkan sujud adalah para istri untuk menghormati suami mereka disebabkan tingginya hak suami terhadapnya.
3. Perbandingan dengan ayat Al-Quran
Sebagian feminis liberal juga menyatakan bahwa hadis ini bertentangan dengan ajaran moral yang substansial dalam al-Quran yang menggariskan konsep kesetaraan antara suami istri, dimana posisi mereka di hadapan Allah adalah sama, yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan semata. Tudingan ini disangkal oleh ayat al-Quran sendiri, karena Allah swt juga telah mengisyaratkan kelebihan derjat yang dianugrahkan kepada para suami melebihi para istri sebagai konsekwensi atas tanggungjawab yang diembankan di pundak suami terhadap keluarganya, seperti dalam firman-Nya:
 ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف وللرجال عليهن درجة والله عزيز حكيم ÇËËÑÈ [28]
Muhammad Abduh dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat ini adalah ungkapan agung tentang kaedah umum persamaan hak wanita dan lelaki, dan Allah swt telah melebihkan lelaki satu tingkatan dibanding wanita. Maka, ayat ini merupakan ukuran bagi suami untuk menimbang sikap dan pergaulannya terhadap istrinya. Seharusnya dia mengingat kewajibannya kepada istrinya dalam semua urusan dan keadaan sebelum menuntut sesuatu dari istrinya. Oleh sebab itu, Ibn Abbas berkata: “Aku berhias untuk istriku sebagaimana dia berhias untukku, karena adanya ayat ini”. Namun, persamaan disini bukanlah persamaan eksistensi sesuatu dan persamaan sifatnya, tetapi maksudnya adalah bahwa hak-hak antara mereka saling melengkapi dan saling menggantikan. Tidak ada sesuatu pekerjaan yang mesti dilakukan oleh istri, melainkan seorang suami juga harus melakukan yang seimbang dengannya. Tidaklah adil jika salah satu pihak bartindak sesuka hati dan menindas pihak lain seperti hamba sahaya yang harus melayani segala keperluannya. Terlebih lagi setelah akad nikah dan menjalani hidup bersama, mereka tidak akan dapat mencapai kebahagiaan kecuali dengan saling menghormati dan menunaikan kewajiban masing-masing[29].
4. Perbandingan dengan hadis yang berkaitan
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah mengisyaratkan bahwa perempuan setara dengan laki-laki dalam sabdanya:
إِنَّمَا النَّسِاءُ شَقَائِق الرِّجَال[30]
Ketika haji Wada', beliau juga mewasiatkan tentang keseimbangan hak dan kewajiban istri, diantaranya:
أَلاَ إِنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا، وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا، فَحَقُّكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوْطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُوْنَ، وَلاَ يَأْذَنَّ فِي بُيُوْتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُوْنَ، أَلاَ وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوْا إِلَيْهِنَّ فيِ كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ[31]

Maka dengan segala hak dan kewajibannya tersebut, seorang wanita tentu saja harus mentaati dan memuliakan suaminya, sampai-sampai Rasulullah mengumpamakan dengan hadis sujud diatas. Ini bukan pelecehan dan sikap kebencian Islam pada wanita, tapi sebagai tuntunan agar wanita menyadari posisinya terhadap sang suami demi tercapainya keharmonisan rumah-tangga.
Di sisi lain, Islam malah menempatkan posisi wanita tiga kali lebih tinggi dari laki-laki, ketika ia berstatus sebagai seorang ibu. Sebagaimana diungkap oleh riwayat berikut:
جَاءَ رَجُلٌ إلى رَسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله مَن أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتي؟ قال: "أُمُّك" قال: ثم مَنْ؟ قال: "أمُّك" قال: ثم منْ؟ قال: "أمُّك" قال ثم منْ؟ قال: "ثم أبُوك"[32]
Bahkan syurga berada di bawah telapak kaki wanita yang berstatus ibu, bukan di kaki sang ayah:
أن ‏‏جاهمة ‏جاء إلى النبي‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏فقال: يا رسول الله أردت أن أَغزو وقد جئت أستشيرك، فقال: هل لَكَ مِنْ أُمّ؟ قال: نعم. قال:‏ ‏فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا[33]
Lantas apakah hal tersebut merupakan pelecehan terhadap laki-laki? Tentu saja bukan. Tapi demikianlah Allah dan Rasul-Nya menghendaki agar lelaki dan wanita memainkan peran kehidupan masing-masing dalam pemenuhan hak dan kewajiban, untuk melihat siapa diantara mereka yang terbaik amalannya.
Berdasarkan uraian atas, kita dapat memahami secara komprehensif betapa Islam telah menempatkan posisi laki-laki dan perempuan sesuai fitrah dan peran masing-masing. Tidak ada superioritas salah satu gender atas yang lain. Sujud yang dimaksud hadis di atas hanyalah sekedar perumpamaan akan keagungan posisi suami, bukan dalil penghambaan istri kepadanya. Posisi suami yang ditinggikan beberapa derjat itu pun bukan tanpa konsekweksi, tapi setimpal dengan tanggung-jawab yang dipikulnya terhadap sang istri. Sementara, persamaan yang dimaksud al-Quran bukanlah kesetaraan yang menjadikan semua hak dan kewajiban suami istri selalu sama rata, melainkan keadilan yang sesuai dengan tugas dan peranan masing-masing untuk saling melengkapi dalam mahligai rumah tangga.

Back to Campus


Oleh: Mukrima Azzahra Lc

Liburan sudah berakhir, saatnya untuk back to Campus…Pada prinsipnya, yang dimaksud oleh mahasiswa dari back to campus adalah mengaktifkan diri kembali dalam kegiatan belajar guna mendapatkan ilmu dan prestasi yang dicita-citakan. Bukan hanya datang ke kampus sekedar setor muka, ngerumpi dan lain sebagainya dari kegiatan yang tidak bermanfaat. Atau sekedar mengikuti kuliah, duduk di kelas, dengar dan pulang. Karena, selain harus datang ke kuliah, kita juga harus bisa membagi waktu di rumah untuk menguasai dan memahami diktat kuliah agar bisa berperan aktif dalam percakapan ber-bahasa Arab dan diskusi di kelas.belum lagi mempersiapkan diri untuk ekskul seperti tahfiz al-Quran, kultum bahasa Arab dan berbagai kegiatan yang diselenggarakan BEM. Semua ini peluang peningkatan potensi dan prestasi bagi setiap mahasiswa.

Jika kondisi dan tantangan belajar sedemikian berat, kira-kira apa sich langkah yang bisa kita lakukan?
Di sini penulis merincikannya menjadi beberapa poin.
Pertama, Perbaharui niat. Sebab salah satu bentuk kesungguhan itu adalah kelurusan niat, visi dan orientasi. Jika kita memiliki azam yang kuat, segala tantangan akan menjadi sebuah warna kehidupan yang mesti dijalani dengan senang hati.
Kedua, jangan pernah bolos kuliah dan aktiflah dalam ekskul. Success is a journey, not a destination, kesuksesan itu merupakan sebuah proses yang dilakukan secara istimrar dengan kesungguhan, ketekunan dan juga kesabaran yang sangat dalam menjalaninya. Jangan anggap remeh ekskul, pilihlah yang sesuai dengan waktu dan kemampuan dan nikmatilah.
Ketiga, kenalilah dosen sebab salah satu cara dalam mendapatkan ilmu adalah bergaul dengan guru (shuhbatu’l ustadz). Dengan mengenal dan memahami karakter guru kita akan banyak terbantu dalam memahami pelajaran yang beliau sampaikan dan semakin menyenangi maddah yang diberikan.
Keempat,  beranikan diri berbahasa Arab dan aktif dalam setiap muhadharah. Jangan pernah minder dan tidak percaya diri dengan kemampuan. Ajukanlah pertanyaan ataupun itu hanya sekedar tanggapan. Selalulah menambah kosakata baru setiap hari dan praktekkan dengan teman dan dosen, karena kunci dari bahasa adalah praktek.
Kelima, membaca materi yang akan dipelajari di rumah terlebih dahulu sehingga ketika dosen menerangkan, kita bisa lebih fokus dan mengetahui tambahan-tambahan yang ada. Tulislah penjelasan tambahan tersebut untuk diulang lagi di rumah atau untuk membantu membuat catatan kecil/talkhish dari maddah yang dibahas.
Jika kebanyakan waktu kita berada di bangku perkulihaan, akan timbul pertanyaan, bagaimanakah harmonisasi antara kuliah dengan aktivitas non kuliah? Sebab tidak sedikit orang yang sukses secara akademis juga sukses aktivitas luarnya seperti organisasi dan lain-lain. Selain itu kita di sini tidak hanya dituntut untuk menuntut ilmu di kuliah. Karena ilmu yang didapatkan di kuliah belumlah cukup bagi kita para thalabatul ilmi. Kita benar-benar dituntut extra aktif dalam menikmati khazanah ilmu Islam di Mesir yang merupakan qiblatu’l ilmi baik secara formal yaitu di kampus ataupun nonformal di luar kampus. Dan seorang pelajar sejati tidak akan pernah puas dengan ilmu yang didapati dari kuliah saja. Karena sukses akademis saja tidak bisa menjadi barometer mutlak bagi pelajar sejati. Untuk mewujudkan semua ini, kita perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
Pertama, optimalisasi waktu. Mungkin kita sering berapologi dengan kesibukan untuk menghindari beban, mencari alasan untuk pembenaran kesalahan dan bermalas-malasan untuk sebuah perubahan karena sulitnya keaadaan dan minimnya kemampuan, sehingga apapun yang kita lakukan tidak ada yang membuahkan hasil maksimal. Janganlah sampai kita termasuk golongan the quitters, yaitu orang yang tergesa-gesa, ingin mendapatkan hasil terbaik namun tidak berani mengambil resiko. Atau orang yang hanya mendapatkan hasil setengah-setengah yang disebut sebagai the campers, yaitu orang yang hanya puas dengan apa yang sudah ia dapatkan, padahal ia baru menghadapi sebagian tantangan dalam hidupnya. Maka berusahalah untuk menjadi the climbers, yaitu pendaki abadi yang mampu mengambil resiko dan tantangan apapun dengan kemampuannnya dalam menyeimbangkan antara yang muhim dan aham, sehingga ia benar-benar sampai di puncak kemenangan.

Kedua, adanya keseimbangan (balance) di antara pentingnya kuliah dan aktivitas luar kuliah yang juga sudah menanti. Keseimbangan hanya bisa dilakukan oleh orang yang bisa memanajemen waktu.
So…kembali kepada masing-masing kita apakah bisa menjalaninya dengan baik atau sebaliknya.
DO IT NOW!!! “Kalau kita memulai langkah dengan rasa takut, maka sebenarnya kita tidak akan pernah melangkah…”(AH Nayyar, Ph.D. Presiden Peace Coalition)
The time passes quickly, jadi tunggu apalagi? Skala prioritas adalah kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi dan pasti sebagai thalabatul ilmi prioritas kita adalah belajar dan belajar untuk mewujudkan cita-cita menjadi penerang umat nantinya.

Sabtu, 01 September 2012

MENGKILAUKAN PERMATA BERNAMA WANITA

oleh: Desri Nengsih Lc.

Wanita, sosok penuh misteri yang tak ada tandingannya. Wanita menjadi sumber inspirasi yang tidak pernah kering, lambing cinta dan keindahan.  Islam memandang wanita layaknya permata bernilai tinggi. Kita akan temukan banyak ayat dan hadits bercerita tentang wanita hingga kita akan merasakan betapa agungnya wanita dalam kaca mata Islam, yang terkenal dengan kelembutan dan keanggunannya. Muslimah yang beridentitas gemilang inilah yang pernah menjadi sayap kiri dalam perjuangan li I’lâ kalimatillâh.
Tetapi pada zaman sekarang ini masih adakah muslimah yang berjiwa kental seperti Sayyidatina Aisyah atau Ummu Habibah, mutiara Islam yang lahir dari tapak berlumpur darah yang tercatat dalam sejarah agung Islam? Apakah mutiara itu hanya bersinar pada zaman tersebut, bukan pada zaman sekarang?

Fenomena Muslimah Hari Ini
Pada zaman sekarang, kita telah kehilangan mutiara Islam terbesar, bahkan lebih besar dari pada kepergian seorang ulama, karena tangan wanita mampu menggoncang dunia, hingga hilanglah mutiara Islam dan lahirlah kaca yang telah pudar kilauannya. Adakalanya keterlaluan dalam satu perkara tetapi mengabaikan perkara yang lain. Melaksanakan ketaatan kepada suami tetapi gagal dalam hubungan kekeluargaan. Melaksanakan ketaatan kepada keluarga tetapi gagal dalam membina rumah tangga. Menjaga hubungan dengan orang lain tetapi melalaikan tuntutan istiqomah dalam menambah ilmu pengetahuan. Berikrar ingin menegakkan daulah tapi gagal menyelesaikan masalah sendiri, lantas hidup dalam dunia angan-angan, menjadikan afdhalunnisa’ sebagai impiannya tetapi hanya eksternal saja.
Padahal Islam tidak pernah sedikitpun memerintahkan umatnya seperti itu, bahkan Islam tidak pernah bersikap diskriminasi dalam menghukum dan menjelaskan suatu hukum, tapi kitalah yang mendiskriminasikannya.
Firman Allah Swt. dalam Al-Baqarah ayat 85 Apakah kamu beriman dengan sebagian kitab dan ingkar dengan sebagian yang lain?”. Itulah yang terjadi pada saat ini, kita sebagai seorang muslimah begitu jauh dari hakikat sebenarnya, telah kehilangan identitas dan kekuatan jiwa, namun tidak menyadarinya.

Kemudian ironisnya lagi, banyak wanita Islam yang tergiur dengan kebebasan model barat mulai dari pakaian bahkan sampai ke harga diri mereka. Banyak kita lihat wanita-wanita antri dalam membeli tiket kebebAsan, dan saban hari kita saksikan wanita yang masih mengaku Islam tetapi sikap mereka tak ubahnya seperti wanita barat dan kafirîn. Mereka tanggalkan kehormatan yang diberikan Islam dan memilih tempat di emperan.
Di sisi lain, kita juga menemukan muslimah yang kembali ke masa kejayaan jahiliyah dengan menyukai mistik keuntungan fatamorgana lewat arisan dan berbagai hal lain yang menggadaikan harga diri dan iffah mereka. Itu semua adalah misi-misi orang barat, yang notabenenya Yahudi dan Nasrani untuk menghancurkan Islam dengan “7F” yaitu food, film, fashion of life style, free thingkers, financial, faith, and friction. Bahkan mereka juga menambahkan freedom of religion dan frustration, semuanya ini mempunyai dampak yang begitu luas bagi kaum muslimin khususnya di kalangan muslimah terutama di Indonesia.
Sejarah telah membuktikan, betapa karir gemilang ukiran tokoh-tokoh legendaris dunia tidak dapat dipisahkan dari sentuhan lembut cinta seorang wanita. Betapa banyaknya pula persaudaraan mukmin terputus hanya karena fitnah wanita. Seorang anak tega meninggalkan ibunya demi mencari cinta seorang wanita. Islam datang memberikan solusi terhadap permasalahan umatnya dari yang sekecil-kecilnya sampai ke yang sebesar-besarnya. Bahkan Al-Quran dan sunnah pun telah memaparkan tips-tips yang penting dilaksanakan dan dijaga dalam membentuk muslimah yang berkredibiliti unggul. Mulai dari syakhsiah muslimah terhadap Robbnya, diri, kedua orang tua, suami, anak-anak, kereabat, jiran, saudara, sahabat dan masyarakat.

Islampun telah merangka sebuah kehidupan yang sangat perfect dalam membina kepribadian muslimah. Tapi muslimah itu lalai dalam mencari dan menerimanya. Misalnya dalam menjalani fatroh pertunangan, muslimah tidak mudah terpedaya dengan desakan tunangan untuk melakukan hal-hal yang menjatuhkan dan menodai muruah diri dan keluarga, serta dalam pemilihan seorang suami muslimah perlu mempunyai pegangan agar tidak mudah goyah apabila terpaksa menerima pilihan keluarga yang terpikat dengan rupa, harta, atau kedudukan yang tidak memiliki dîn.

Menjelmakan roh idola srikandi Islam
Siapa sih yang nggak kenal dengan Ummu Sulaim? Rugi banget kalau nggak tahu… Dialah  seorang idola pilihan Islam, ketika ia dan anak-anaknya memaparkan kecekalan dan kekuatan imannya, dalam keadaan suaminya Malik Bin Dinar berada dalam kekufuran dan menentang Islam. Begitu juga dengan sohabiyat lainnya seperti Ummu Habibah Binti Abi Sofyan dalam memperthankan akidah dan agamanya pada hari suami kesayanganya murtad.

Suatu asas yang perlu dijaga dan diperhatikan oleh seorang muslimah ialah menjaga agamanya, kesucian akidahnya, dan menjadi muslimah yang diridhoi Allah. Seorang muslimah yang tidak mempunyai kekuatan iman niscaya tidak akan merasakan kemulian dirinya sebagai seorang muslimah. Tapi jika ia mempunyai iman yang kuat, akidah yang mantap niscaya ia tidak akan mudah terbawa arus yang menjatuhkannya ke jurang kehinaan, apalagi dalam menjalani kehidupan yang glamour. Dengan pakaian iman dan takwa inilah ia mampu membentuk dirinya, mempertimbangkan suatu perkara dengan bijaksana, menghiasi kesehariannya dengan pebuatan  dan perkataannya yang tidak melukai perasaan orang lain. Berpikir sebelum bertindak dan berbuat serta tidak gegabah dalam menghadapi masalah. Walupun dalam keadaan marah ia masih bertindak dengan bijaksana dan terkendali dengan kekuatan imannya.

Sayyidatuna Aisyah, Ummul Mukminîn yang terkenal dalam arena srikandi Islam mempunyai kepribadian yang tinggi, sifat ridho yang mendalam terhadap Allah dan rasulnya, segala prilakunya disulami dengan adab dan penuh kehormatan. Seperti peristiwa yang dihadapinya ketika dirinya difitnah sewaktu pulang dari peperangan Musthaliq. Perang Musthaliq merupakan suatu peristiwa yang dijadikan Allah untuk menguji Rasulullah dan seluruh umat Islam pada zaman itu. Dalam peristiwa itu terlihatlah ketegaran Aisyah sebagai muslimah sejati yang sabar dan mempunyai keimanan dan kepercayaan kepada Allah dalam membela diri.

Ibnu Qoyyim berkata Semasa ujian itu didatangkan, Allah telah menahan wahyu kepada Rasulullah selama sebulan karena Aisyah, dan untuk mendatangkan hikmah yang telah diqodho dan diqadarkan sebelumnya.” Kemudian kehebatan Aisyah dari segi ma’rifat, kekuatan iman, ketauhidan, dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan menzalimi hambanya yang beriman, serta keyakinan terhadap suaminya Rasulullah.

Saudariku… Walaupun mereka telah lama tiada, tetapi ruh jihad dan ketakwaan mereka masih tetap hidup, maka tugas kitalah untuk menjelmakan ruh dan ketakwaan wanita-wanita agung itu dalam kehidupan kita. Meniupkannya ke jiwa insan yang lain demi menyelamatkan dunia hari ini dari keruntuhan. 

So… mulailah dari diri sendiri, mulailah detik ini juga. Bersiaplah menjadi wanita hebat karena kitalah Aisyah-Aisyah abad ini.
Wallahul musta’an. Wallâhu ‘a’lam bish-showâb.

BANGKITKAN POTENSI DAN RANCANGLAH MASA DEPAN


Resensi
Oleh : Desi Yusdian, Lc.

Judul  buku : Ayqizh Qudratak  wa lshna’ Mustaqbalak
Penulis : Dr. Ibrahirn Faqiy

Penerbit : Dar Ar-Rayah
Junlah  halaman :133
Tahun  terbit :2008

Pernahkah Anda menbayangkan keseharian  orang yang sukses  dalam hidupnya? Tahukah Anda bagaimana mereka membangkitkan potensi  yang  mereka  miliki?  Pernahkah  Anda  memperhatikan bagaimana mereka merancang masa depan?  Pernahkan  Anda  merenungkan  bahwa  apa  yang mereka  telah  raih  juga  bisa Anda  raih? Manusia diciptakan Allah Swt lengkap dengan segala  potensi yang bisa ia kembangkan.  Memang  tidak  ada  manusia  terlahir  langsung  bisa  mengerti  dan memahani  segala  hal. Namun, Allah  telah menanamkan  bibit-bibit  potensi  yang  dapat mereka  pupuk  dan kembangkan.

Dalam  buku  ini  Dr.  Ibrahim  Faqiy menjelaskan hal  tersebut secara  lugas. Bukankaah  Allah berfirman  “Wafi anfusikum  afala  tubshirun?.”  Oleh sebab itu, orang bijak mengatakar:  “Di dalam  jiwa seorang manusia  terdapat  harta  karun yang  melimpah ruah yang ditanamkan  oleh Allah Swt. pada dirinya.” Di sini tampaklah  bahwa manusia memiliki  potensi dan energi ymg  begitu kuat dan hebat, jika  terus digali  dan diolah maka hasilnya akan lebih optimal. Buku ini  menjelaskm juga  bahwa  ketidaksanggupan  seseorang  mengeksplorasi potensi  tersebut bukanlah  ketetapan  dari  Allah.  Tapi  itu  karena kelemahan mereka sendiri  dalam membaca  dan menggalinya.

Banyak faktor  menyebabkan potensi  itu  membeku  dan  kerap  tidak berpengaruh  dalam kehidupan.  Di antara penghalang tersebut adalah rasa takut yang berlebihan, yang membuat kita  tidak  berani nengambil  resiko. Kekurangan dari segi kesehatan fisik juga sering  dijadikan alasan  untuk tidak berbuat banyak. Selain itu  ia  juga memberikan  beberapa  contoh dari  pribadi-pribadi  sukses sebagai  bentuk  pendekatan  riil  dan  dapat dicerna  oleh  siapapun.

 Dr.  Zaki  Ustmao seorang  anak yang dilahirkan dalam keadaan  cacat, namun  ia mampu memperlihatkan pada  dunia  bahwa  cacat bukanlah  penghalang untuk  meraih  masa depan. Ketika berumur  satu  talun  setengah  ia menderita penyakit panas yang  ganas. Penyakit ini mengakibatkan  sebagian anggota  tubulmya  tidak  berfungsi.  Hal  tersebut  tidak menghalanginya untuk  menjadi  pribadi  yang  sukses.  Ia  pun  terus berupaya sesuai dengan kondisi yang ada. Walhasil, kesuksesan  dan  kegemilangan  yang beliau raih jauh mengalahkan mereka  yang normal.


Nyatalah, setiap  individu  yang  diciptakan  Allah  berpotensi untuk  menjadi pribadi yang  sukses.  Untuk bisa  menggapai  cita-cita  tesebut  bangkitkanlah  potensi yang ada. Potensi ibarat  harta karun yang melimpah  ruah. Setelah  itu rancanglah  masa  depan seperti  apa  yang Anda  inginkan.
Watazawwadu, fa inna khaira az-zadi at-taqwa (dan berbekallah, maka sesungguhnya bekal terbaik adalah takwa)...

PROFIL DOSEN MA’HAD ZUBAIR BIN AWWAM UMSB PADANG

MA’HAD PUTRA
Dosen Banin:

1.H Jusril Jamarin, MA
2. H. Yoni Marlius, M.Ed
3. H. Ridwan Suhaili, MA
4. H. Ahmad Mukhlisin, Lc
5. H. Yon Hadi Ramon, Lc
6. H. Ade Agustian, Lc

MARKAZ TAHFIZ:
1. H. Aulia Rijal, Lc
2. Dzulkifli, S.IQ
3. H. Rahmadanil, Lc
4. Muhammad Irsyad, Lc
5. H. Rudi Effendi, Lc
6. Nasrul Efendi Rambe

MA’HAD PUTRI
1. Afdilla Nisa MA
S1: Universitas al-Azhar Cairo Hadis, 2008
S2: IAIN Imam Bonjol Padang, Tafsir Hadis, 2011
2. Desi Yusdian Lc
S1: Universitas Al-Azhar Cairo, Syari’ah Islamiyah
S2: Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hukum Islam
3. Desri Ningsih Lc
S1: Universitas al-Azhar Cairo Hadis, 2010
S2: IAIN Imam Bonjol Padang, Tafsir Hadis
4. Dwi Sukmanila Sayska MA
S1: Universitas Islam Negeri Jakarta, Dirasat Islamiyah
S2: Universitas Kebangsaan Malaysia, Al-Quran dan Sunnah, 2008
5. Mukrima Az-Zahra Lc
S1: Universitas al-Azhar Cairo, Syariah Islamiyah, 2011
S2: IAIN Imam Bonjol Padang, Syariah
6. Musrida Arneili Lc
S1: Universitas al-Azhar Cairo jurusan Tafsir, 2010
S2: IAIN Imam Bonjol Padang, Tafsir Hadis
7. Oktarina Yusra Lc
S1: Universitas al-Azhar Cairo Bahasa dan Sastra Arab, 2010
S2: IAIN Imam Bonjol Padang, Bahasa Arab

Ma'had az-Zubair bin al-Awwam Padang merupakan lembaga pendidikan bahasa Arab, studi Islam dan tahfidz al-Qur'an di Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat hasil kerjasama Asia Muslim Charity Foundation (AMCF) dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. AMCF telah berkiprah di Indonesia sejak tahun 1992 sebagai organisasi sosial, nirlaba dan non politik yang berkantor pusat di Jakarta.

Untuk jurusan Bahasa Arab masa pendidikan normal 5 smester mulai dari level persiapan (mustawa tamhidi) sampai level 4. Namun bisa lebih cepat tergantung kemampuaan bahasa Arab calon mahasiswa ketika tes penerimaan masuk, karena tidak harus mulai dari level persiapan.  Bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan ijazah s1, dapat mengikuti perkuliahan di FAI UMSB jurusan Tarbiyah dengan hanya menambah masa perkuliahan 3 semester dengan biaya disesuaikan dengan jumlah sks dan administrasi. Sementara di Ma’had hanya dibebankan biaya Rp. 300.000 sampai tamat. Dosen pengampu mata kuliah adalah lulusan Timur Tengah dan LIPIA Jakarta yang telah atau sedang menamatkan program magister di bidang keilmuan masing-masing. 

Jadwal perkuliahan di Ma’had 5 sks per-hari, Senin sampai Jum’at mulai jam 7.45 sampai 12.30. Kurikulum dan metode pengajaran mengacu kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta yang berafiliasi dengan Universitas Imam Muhammad bin Saud Riyadh, Arab Saudi. Sedangkan perkuliahan s1 di UMSB pukul 14.00 sampai 17.30 WIB setiap harinya.

Sedangkan untuk program tahfiz Al-Quran telah dibuka 5 cabang seluruh Sumatera Barat yaitu masing-masing di Kota Bukittinggi, Padang Panjang, Kab. Darmasraya dan dua markaz tahfiz di Kab.Agam. Para dosen terdiri dari para hafiz al-Quran 30 juz yang telah mempunyai sertifikat dari lembaga tahfiz yang berkompeten.

Ma’had Zubair bin Awwan juga menyediakan asrama di lingkungan kampus UMSB Padang bagi mahasiswa luar kota/propinsi dengan  fasilitas yang memadai dan program-program kegiatan berkualitas.

Kegiatan ekskul yang ditawarkan sangat beragam, dilaksanakan usai perkuliahan setiap harinya. Untuk bagian putri ada Kajian Fiqh wanita, Tafsir wanita, kultum setelah shalat Zuhur, pelatihan kaligrafi, tahsin (wajib bagi mahasiswa baru) dan  tahfiz Al-Quran (wajib bagi seluruh mahasiswi). Juga terdapat BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang menjadi motor penggerak berbagai kegiatan dakwah seperti daurah bahasa, seminar, workshop, perlombaaan, rihlah dan outbond.

Lulusan ma’had Zubair bin Awwam dapat langsung berkerja sebagai da'i di daerah minoritas muslim di Indonesia yang ditunjuk AMCF. Bagi yang meraih nilai Mumtaz (istimewa) setiap semester berhak mendapatkan kitab Fathul Bary syarah Shahih Bukhari (18 jilid) dan berpeluang melanjutkan ke Universitas Islam Madinah atau Universitas Qosim Riyadh. Selain itu lulusan yang Mumtaz dan Jayyid Jiddan (sangat baik) dapat BEASISWA PENUH melanjutkan s1 Bahasa Arab ke Universitas Muhammadiyah Sidoarjo atau Universitas Muhammadiyah Makassar.

Selain Ma'had az-Zubair bin al-Awwam Padang, AMCF juga telah mendirikan belasan ma’had studi Islam dan Bahasa Arab lainnya di seluruh Indonesia, disamping berbagai markaz tahfiz Al-Quran, yaitu:


1. Ma’had Utsman Bin Affan Jakarta
Jl. Bambu Apus I No.1 Cipayung, Jakarta Timur
Telp. (021) 844.8494 / 95 (Putra)
2. Ma’had Dzin Nur’ain Jakarta
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Gd. Mayantara, Jl. Ir. H. Juanda, Ciputat, Jakarta
Telp. (021) 9827.8684 / 844.8495 / 744.1887 / 747.09269 (Putri)
3. Ma’had Al-Imarat Bandung
Jl. Inhoftank No. 17, Pelindung Hewan, Bandung-Jawa Barat
Telp. (022) 522.3908 (Putra)
Jl. Pungkur, Gg. Muncang No.31 Bandung-Jawa Barat
Telp. (022) 522.7336 (Putri)


4. Ma’had Abu Bakar As Shiddiq Surakarta
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. Ahmad Yani 1, Pabelan, Kartasura, Jawa Tengah
Telp. (0271) 730278 (Putra)
Telp. (0271) 7011579 (Putri)

5. Ma’had Ali Bin Abi Thalib, Yogyakarta
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kampus 2
Jl IKIP PGRI Sinopakis, Kasihan Bantul Yogyakara
Telp.(0274) 374320 (Putra dan Putri)
6. Ma’had Umar Bin Al Khathab Surabaya
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Kampus 3
Komplek Perum IKIP Blok V No 1 Gunung Anyar Surabaya Jawa Timur. Telp. (031) 8791791 (Putra)
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Kampus ll lt lVJl Ry Gelam 250 Candi Sidoarjo Jawa Timur Telp. (031) 8062128 (Putri)

7. Ma’had Abu Ubaidah bin Al Jarrah Medan
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Kampus Utama)
Jl Kapten Mukhtar Basri No 3 Medan Sumatera Utara
Telp (061) 6623301 , 77153093 (Putra)


8. Ma’had Al Birr Makasar
Universitas Muhammadiyah Makassar
Jl. Sultan Allaudin No 259 Makassar Sulawesi Selatan
Telp (0411) 881584 / 881583 (Putra)


9. Ma’had Abdurrahman bin Auf Malang
Universitas Muhammadiyah Malang Kampus lll Masjid AR Fachruddin Lt V
Jl. Raya Tlogo Mas no 246 Malang Jawa Timur
Telp (0341) 531430 (Putra dan Putri)
10. Ma’had Said Bin Zaid Batam
Telp (0778) 7658995







11. Ma’had Sa’ad bin Abi Waqqash Palembang
Universitas Muhammadiyah Palembang
Jl Jend. Ahmad Yani Ulu Palembang Sumatera Selatan
Telp (0711) 512138 / 511589 (Putra)



12. Ma’had Khalid bin Walid Mataram
Telp (0370) 628450


13. Ma’had Thalhah Bin Ubaidillah Palu
Telp (0451) 428801








14. Ma’had Bilal Bin Rabah Sorong Papua
Telp 081355151704